SABILINA TOURS – Menteri Haji dan Umrah RI, M. Irfan Yusuf, menyampaikan bahwa meskipun Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 telah membuka peluang pelaksanaan umrah mandiri bagi jemaah Indonesia, penerapannya di lapangan masih belum dapat berjalan secara maksimal.
Sejumlah persoalan teknis maupun administratif membuat jemaah tetap membutuhkan pendampingan dari biro perjalanan atau Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
“Secara konsep, umrah mandiri memang memungkinkan. Namun dalam praktiknya di Indonesia belum bisa diterapkan sepenuhnya karena masih ada berbagai tahapan yang kompleks dan harus dijalani dengan sangat hati-hati,” ujar Gus Irfan, dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (19/11/2025).
Ia kemudian menceritakan pengalaman yang ia temui ketika berkunjung ke Arab Saudi. Ada seorang jemaah Indonesia yang wafat saat menjalankan ibadah umrah, namun pengurusan jenazahnya tertunda hingga 15 hari.
Hal ini terjadi karena jemaah tersebut tidak berangkat melalui agen travel, sehingga tidak ada pihak yang bertanggung jawab untuk mengurus proses administrasi maupun pemulasaraan jenazah di Arab Saudi.
“Jemaah itu hanya berangkat berdua bersama temannya, dan temannya pun tidak tahu harus melapor ke mana. Akhirnya pihak Kemenhaj turun tangan membantu. Inilah salah satu risiko terbesar dari umrah mandiri,” tegas Gus Irfan.
Meski umrah mandiri telah dilegalkan dalam UU No. 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah—yang dalam Pasal 86 mengatur tiga skema perjalanan umrah: melalui PPIU, secara mandiri, atau melalui Menteri—Gus Irfan mengimbau jemaah, khususnya yang baru pertama kali berangkat, untuk tetap memilih PPIU resmi.
Hal ini dilakukan demi menjamin keamanan, pendampingan, dan perlindungan penuh selama pelaksanaan ibadah di Tanah Suci.
